Rabu, Oktober 19, 2011

Musaqah




Pengertian Musaqah.
 
Secara etimologi, Musaqah berasal dari bahasa Arab, fi’il madli-nya adalah saqa yang artinya mengalirkan, karena mengikuti wazan mufa’alah maka kalimat saqa juga berubah menjadi musaqah.
Secara terminologi, Fuqoha berbeda-beda dalam mengertikan musaqah. Perbedaan ini tidak hanya dalam hal redaksional seperti pendapat mereka dalam mengartikan akad-akad yang lain, namun juga menyangkut masalahsubtansial dari musaqah itu sendiri..
Wahbah Zuhaily yang tenar sebagai Fuqoha kontemporer mendefinisikan Musaqah sebagai berikut:
عبارة عن العقد على العمل بالشجر ببعض الخارج, او هي معاقدة على الاشجر الى من يعمل فيها على ان الثمرة بينهما
"Musaqah secara fiqh adalah sebuah istilah dari akad mengenai pekerjaan yang berhubungan dengan pepohonan dengan sebgaian yang dihasilkan olehnya (buahnya), atau perikatan atas beberapa pohon kepada orang yang yang menggarapnya dengan ketetapan buah itu milik keduanya. "
Pengistilahan az-Zuhaily tersebut berbeda dengan pendapat Syafi’iyah, menurut mereka Musaqah adalah:
ان يعامل شحص يملك نخلا اوعنبا سخصا اخز على ان يباشر ثنيهما النخل او العنب بالسقي والتربية والحنظ ونحو ذالك وله في نظير عمله جزاء معين من الثمر اللذي يخرج منه
“Orang yang memilki pohon tamar (kurma) dan anggur Memberikan pekerjaan kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara dan menjaganya, dan bagi pekerja ia memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan dari pohon-pohon tersebut.”
Imam al-jaziri, penulis kitab madzahibul Arba’ah merumuskan pengertian musaqah sebagai berikut: “akad untuk memelihara pohon ; kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu”.
Hasby as-shiddiqy yang dikenal sebagai ahli hukum islam Indonesia mengartikan musaqoh secara global dan ringkas, yakni:
شركة زراعية على استثمار الشجر
“ kerjasama perihal tanaman menyangkut buah-buahan dari pepohonan”.
 
Pendapat ulama mengenai Musaqah dan Landasan Hukumnya.
1. Pendapat yang membolehkan.
 
Ibnu Rusyd dalam Bidayatul mujtahid-nya menuliskan, Jumhur ulama-yakni imam Malik, ats-Tsauri, Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan (dua orang terakhir ini adalah pengikut Abu Hanifah) serta Ahmad dan Dawud-memegang kebolehan bagi hasil. Menurut mereka, bagi hasil ini dikecualikan dari sebuah hadits yang melarang menjual sesuatu yang belum terjadi dan sewa-menyewa yang tidak jelas.
Mereka berpegangan pada hadits shaahih dari Ibnu Umar r.a yang berbunyi:
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم رفع ال يهود خيبر نخل خيبر وارضنا على ان يعملوها من اموالهم ولرسولله صلى الله عليه وسلم شطر ثمرها (اخرجه البخاري ومسلم)
“Rasulullah menyerahkan kepada orang-orang yahudi Khaibar pohon kurma dan tanah khaibar dengaan syarat mereka menggarapnya dari harta mereka, dan bagi Rasulullah adalah separuh dari buahnya” (HR. Bukhari-Muslim).

Dalam satu riwayat juga disebutkan:
انه صلى الله عليه وسلم سا قاهم على نصف ما تخرجه الرض والثمرة (اخرجه البخاري ومسلم)
“Rasulullah saw. Mengadakan transaksi muusaqah dengan mereka (Yahudi Khaibar) atas separuh dari hasil tanah dan buah”(HR. Bukhari-Muslim).
 
Menurut Imam Malik bahwa masaqah dibolehkan untuk semua pohon yang memiliki akar kuat, seperti delima, tin, zaitun dan pohon-pohon yang serupa dengan itu dan dibolehkan pula untuk pohon-pohon yang berakar tidak kuat, seperti semangka, dalam keadaan pemilik tidak lagi memiliki kemampuan untuk menggarapnya.
Menurut Madzhab Hambali, musaqah diperbolehkan untuk semua pohon yang buahnya dapat dimakan, dalam kitab al-mughni, Imam malik berkata; musaqah diperbolehkan untuk pohon tadah hujan dan diperbolehkan pula untuk pohon-pohon yang perlu disiram. Menurut Hanafiyah semua pohon yang mempunyai akar ke dasar bumi, dapat di-musaqah-kan, seperti tebu.
Ulama-ulama fiqh kontemporer juga mengikuti pendapat ini, di antaranya adalah Wahbah az-Zuhaili (pengarang Fiqh al-Mu’amalah al-Muashirah), Sayyid Sabiq (pengarang fiqh as-Sunnah), dan Afzalur Rahman (pengarang Economic Doctrines of Islam). Di Indonesia, ulama sepakat atas kebolehan musaqah. Disamping itu, teknis, rukun ,dan syarat Musaqah di telah diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pasal 266, 267, 268, 269, dan 270.

2. Pendapat yang tidak membolehkan.
Ibnu Rusyd juga menuliskan, menurut Abu Hanifah dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya , Musaqah itu tidak diperbolehkan sama sekali. Dasarnya ialah bahwa hadits-hadits yang dipakai sebagai hujjah oleh jumhur ulama yang membolehkan, itu bertentangan dengan aturan-aturan pokok, disamping karena hadits tersebut merupakan keputusan terhadap orang-orang yahudi. Boleh jadi, pengakuan Nabi saw. terhadap orang yahudi itu karena mereka dianggap sebagai hamba dan mungkin pula sebagai warga negara dzimmi (kafir warga negara islam). Hanya saja, jika mereka itu dianggap sebgai warga negara dzimmi, maka anggaan ini berlawanan dengan aturan-aturan pokok, karena yang demikian itu berarti menjual sesuatu yang belum terjadi.
Abu Hanifah juga berpendapat bahwa bagaimanapun juga hal tersebut tidak dapat dipandang halal, karena ada kemungkinan bentuk pembagian hasil hasil kebun yang populer saat itu mengandung sifat-sifat yang sama sehingga mengganggu hak-hak salah satu dari kedua belah pihak atau mendorong timbulnya perselisihan. Beliau memandang bahwa kejahatan-kejahatan seperti inilah yang membuat sistem tersebut terlarang.
Jika dikaji lebih lanjut, Abu Hanifah memang pada awalanya sudah mengharamkan akad muzara’ah. Lebih dari itu, beliau dan pengikutnya menyamakan musaqah dan muzara’ah karena Illat yang paling mempengaruhi terhadap pendapat mereka ialah hasil dari akad ini belum ada ( المعدوم) dan tidak jelas (الجهالة) ukurannya sehingga keuntungan yang dibagi sejak semula tidak jelas.
Landasan hadits yang digunakan Abu hanifah adalah :
من كانت له ارض فليزرعها ولا يكريها بثلث ولا بربع ولا بطعام مسمى (متفق عليه)
“ barangsiapa yang memiliki tanah hendaklah mengelolanya, tidak boleh menyewakannya dengan sepertiga atau seperempat, dan tidak pula dengan memakan yang ditentukan”

3. Pendapat yang membolehkan musaqah hanya terbatas pada kurma dan anggur.
Ini adalah pendapat golongan syafi’iyah. Untuk kebolehan keduanya, mereka mempunyai alasan sendiri-sendiri. Untuk kebolehan kurma, mereka beralasan bahwa bagi hasil itu merupakan suatau rukhsah, Oleh karena itu, musaqah tidak berlaku pada semua jenis pertanian kecuali yang disebutkan dalam as-sunnah. Sedangkan dasar Syafi’i membolehkan musaqah pada anggur ialah karena penentuan bagi hasil itu melalui taksiran atas tangkai .
Mereka mendasarkan pendapatnya pada hadits yang diriwayatkan oleh Utab bin Usaid r.a;
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم بعثه وامره ان يخرص العنب وتوءديزكاة النخل تمرا (اخرجه ابو داوود)
“Rasulullah saw. mengutus utab dan menyuruhnya untuk menaksir angggur ditangkainya, kemudian zakatnya dikeluarkan berupa zabib (anggur kering), zakat kurma juga dikeluarkan berupa kurma kering (tamar)”
Dalam hadits diatas disebutkan tentang penentuan melalui taksiran atas tangkai pada pohon kurma dan anggur, hal itu berkenaan dengan zakat. Maka seolah-olah syafi’I mengqiyaskan bagi hasil itu pada pohon-pohon tersebut dengan zakat. Dawud (ad-dzahiri-pen.) menolak hadits ini dengan alasan hadits tersebut mursal dan yang meriwayatkan hanya Abdurrahman bin Ishaq, padahal ia bukan orang yang kuat hafalan dan integritasnya.

Perbedaan Musaqah dan Muzara’ah.
Wahbah az-zuhaili merumuskan perbedaan antara Musaqah dan Muzaraah menjadi empat, yaitu:
1. Dalam musaqah, apabila salah satu dari ‘aqidain tidak berkenan untuk meneruskan akad, maka ia boleh dipaksa (untuk meneruskan akad-pen). karena hal itu tidak akan membahayakan (terhadap kebun-pen) disisa akadnya. Berbeda dengan muzaraah, apabila pemilik biji memutuskan akad sebelum biji ditanam, maka ia tidak boleh dipaksa meneruskan, karena akan menimbulkan dlarurat bila diteruskan. Lebih dari itu, akad musaqah adalah akad yang lazim sedangkan muzaraah adalah akad ghairu lazim. Muzaraah tidak lazim kecuali bijinya sudah ditanam.
2. Apabila masa musaqah sudah habis, maka akad tetap berlangsung tanpa upah, dan penggarap menunaikan pekerjaanya kepeda pemilik kebun tanpa upah. Sedangkan dalam muzaraah penggarap harus meneruskan akadnya dengan ujrah mitsl, karena bolehnya menyewakan tanah dan menggarapnya pada muzaraah.
3. Jika pohon diminta oleh selain pemilik tanah, penggarap diberi upah. Sedangkan dalam muzaraah, jika diminta sebelum menghasilkan sesuatu, penggarap tidak mendapatkan apa-apa.
4. Dalam musaqah lebih baik (istihsan) jika tidak disebutkan masa akadnya, cukup hanya dengan mengetahui waktunya (waktu berbuah-pen) menurut adat. Berbeda dengan menanam, karena waktu panennya bisa lebih awal juga bisa terlambat dari perkiraan. Sedangkan dalam muzaraah, hal itu justru disyaratkan menurut asal madzhab hanafi. Ulama lain tidak mensyaraatkan hal ini.

Kisah Wanita Sholihah dan Tukang Besi



Kisah wanita sholiha seperti Rabi’ah,pada zaman dahulu banyak sekali dijumpai.Ada sebagian ulama yang mengatakan,bahwa ada seorang lelaki tukang besi.Dia sering memasukan tangannya ke dalam api dan mengeluarkan besi yang menyala-nyala apinya.Namun dia tidak mersakan panasnya api.Lalu ada seorang lelaki lain yang datang kepadanya,untuk membuktikan kebenran berita tersebut.Lelaki itu lalu menanyakan kepada tukang besi kebenaran berita yang pernah didengarnya.Setelah melihat dan menyatakan apa yang didengarnya,lalu dia menunggu hingga pekerjaan tukang besi itu selesai.Setelah selesai,dia mengucapkan selamat kepada tukang besi,dan si tukang besipun membalasnya.Lelaki itu lalu berkata:”Wahai tukang besi,aku ingin sekali menjadi tamumu malam ini.”Jawab tukang besi:”Baiklah,Saya senang sekali.Dan engkau akan Saya hormati sebagai tamu.”Kemudian lelaki itu diajak pulang ke rumah tukang besi itu Ternyata dia tidak melakukan ibadah kecuali shalat fardu dan tidur hingga subuh.Lelaki itu berkata dalam hati: .”Barangkali tukang besi itu  menutupi ihwalnya kepadaku malam ini.”Lelaki itu lalu beniat untuk beramalam satu malam lagi.Ternyata tukang besi itu masih seperti biasa.Tidak menambah ibadahnya kecuali shalat fardhu.Selanjutnya lelaki itu berkata kepada tukang besi:”Wahai Saudaraku,Aku telah mendengar bahwa engkau diberi keistimewaan oleh Allah.Dan aku pun melihat sendiri keistimewaan itu.Setelah kenyataan yang ada,aku menjadi termenung.Karena aku tidak melihat banyak amal yang engkau lakukan.Engkau tidak beramal selain shalat Fardhu.Dari mana engkau memperoleh keistimewaan (kemuliaan) memegang besi yang dibakar tidak merasakan panasya api?”Tukang besi itu lalu menjawab:”Wahai saudaraku,aku ini mempunyai cerita yang aneh dan perkara yang jarang terjadi.Yakni Saya mempunyai tetangga yang cantik.Saya sangat mencintainya.Berkali-kali wanita itu saya pegangi,tetapi tidak pernah berhasil.Karena dia memagari dirinya dengan memelihara kehormatan diri.Lalu pada suatu waktu timbul paceklik (kesulitan makan).Para manusia umumnya lesu.Suatu hari Saya sedang duduk santai di rumah.Tiba-tiba ada seseorang mengetuk pintu.Saya pun keluar,sambil berkata:”Siapa di luar?”Tiba-tiba wanita cantik itu berdiri di pintu,seraya berkata:”Wahai saudaraku,Aku sangat lapar.Apakah anda dapat memberi  makan padaku karena Allah?”Jawabku:”Aku tidak dapat memberikan makan padamu,kecuali jika engkau menyerahkan dirimu kepadaku.Apakah anda tidak tahu apa yang berada didalam hatiku.Apakah kamu tidak tahu kalau aku sangat mencintaimu?”Sahut wanita itu:”Aku memilih mati daripada durhaka kepada Allah.”Wanita itu lalu kembali ke rumahnya.Setelah dua hari dia kembali padaku,dan mengatakan untuk meminta makan seperti dahulu.Lalu saya jawab seperti jawaban yang lalu.Kemudian wanita itu masuk dan duduk di dalam rumah dalam kondisi rusak tubuhnya,hampir mati.Setelah saya meletakkan makanan di mukanya,maka matanya mencucurkan air mata,seraya berkata:”Apa mkanana ini,karena Allah?”Jawabku:”Tidak,syaratnya anda harus menyerahkan diri anda kepadaku.”Wanita itu berdiri dan sama sekali tidak mau makan.Dia terus pulang.Pergi dari sisiku menuju rumahnya.Selang dua hari,dia kembali lagi mengetuk pintu.Suaranya terputus-putus karena sangat lapar,dan punggunya sangat lemah.Dia berkata:”Wahai Saudaraku,aku telah berupaya.Tapi,tidak bias datang kepada seseorang kecuali kepadamu.Apakah engkau dapat memeberiku makanan karena Allah?”Jawabku:”Bisa,jika kamu menyerahkan dirimu kepadaku.”Wanita itu lalu menundukkan kepalanya sebentar,terus memasuki rumah dan duduk.Ketika itu saya tidak mempunyai makanan yang masak.Kemudian Saya berdiri menyalakan api untuk memasak makanan untuk wanita tadi.Setelah makanan itu saya letakkan di hadapannya,belas kasihan Allah menemui diriku.Saya berkata dalam hati:”Celaka Engkau,wahai diriku!Wanita itu kurang akalnya,kurang agamanya,tidak memakan sesuatu yang bukan miliknya.Dia berulangkali datang ke rumahku karena sakit kelaparan.Tetapi dirimu tidak mau mneghentikan perbuatan maksiat kepada Allah subhananhu wata’ala.”Saya lalu berdoa:”Ya Allah,Aku bertaubat kepada-Mu dari perbuatan dosa yang aku lakukan.Aku tidak akan mendekati wanita itu selama-lamanya.”Kemudian saya menjumpai wanita cantik itu.Tetapi dia tetap tidak mau makan.Kataku kepadanya:”Makanlah,tidak usah takut-takut.sebab makanan ini Saya berikan karena Allah.”Setelah wanita itu  mendengar ucapanku,lalu dia mengangkat kepalanya ke langit,seraya berdoa:”Ya Allah,jika lelaki itu benar dalam ucapannya,maka semoga Engkau berkenan menyelamatkannya dari api,baik di dunia maupun di akhirat.”Lalaki itu melanjutkan ceritanya,bahwa wanita tersebut lalu aku tinggal makan,dan saya berdiri untuk memadamkan api.Pada waktu itu kebetulan musim penghujan.Lalu saya menginjaki bara api,tetapi tidak merasa panas dan tidak membakar kakiku.Kemudian saya masuk rumah,menjumpai wanita itu.Hatiku sangat senang sekali,seraya aku katakan kepada wanita itu:”Bergerimbalah engkau karena Allah mengabulkan doamu.”Wanita itu trus melempar suapan makanan dari tangannya.Seketika itu dia langsung bersujud syukur kepada Allah,sambil berdoa:”Ya Allah,Engkau telah berkenan memperlihatkan kepadaku apa yang menjadi maksudku keapa lelaki itu.Semoga engkau berkenan mencabut nyawaku saat ini juga.Maka Allah kemudian mencabut nyawanya,sedangkan dia dalam keadaan bersujud.Inilah ceritaku,wahai saudaraku!Allah maha mengetahui.”

Kisah Dua Lelaki Saleh



Alkisah,ada seorang lelaki saleh mepunyai saudara yang saleh pula.Suatu hari dia bermaksud mengunjungi saudaranya tersebut.Setelah sampai di rumah saudaranya,dia mengetuk pintu.Dari balik pintu istri orang saleh tersebut berkata:”Siapa yang datang?”Jawabnya:”Aku,saudara suamimu.Aku datang untuk berkunjung kepada suamimu.”Sahut wanita itu:”Dia pergi ke hutan mencari kayu.Dan aku berharap semoga Allah tidak mengembalikan dia ke rumah ini.”Kemudian wanita itu melanjutkan kata-katanya,yang berisikan cacian serta hinaan kepada suaminya.Di tengah-tengah wanita itu sedang memakim suaminya,tiba-tiba sang suami datang dengan membawa sebongkok kayu yang ditaruh di atas punggung harimau.Kemudian kayu tersebut diturunkan,sambil dia berkata kepada sang harimau:”Kembalilah kamu.Semoga Allah memberkatimu.”Kemudian mempersilahkan saudaranya itu masuk ke dalam rumah.Setelah mengucapkan salam dan memberikan kabar kegembiraan,segeralah dia berpamitan.Dia mersa kagum atas kesabaran saudaranya kepada istrinya.Sebab dia tidak menjawab cacian dan hinaan istrinya,walau hanya sepatah kata.

Setahun telah berlalu.Dan si saleh itu berkunjung kembali ke rumah saudaranya.Diketuk pintu rumah,seperti ketika berkunjung yang pertama kali.Kemudian terdengar suara seorang wanita dari yang balik pertama kali.Kemudian terdengar suara seorang wanita dari balik pintu:”Siapakah yang datang?”Si saleh menjawab:”Aku,saudara suamimu.Aku datang untuk berkunjung kepada suamimu.”Sahut wanita itu:”Oh,begitu.Silahkan masuk.”Kemudian wanita itu mempersilahkan duduk kepada tamu suaminya,dan memberitahujkan bahwa suaminya baru keluar mencari kayu bakar.Tidak selang beberapa lama suaminya pun datang dengan memanggul kayu di atas punggungnya.Kemudian disambutnya sang tamu dengan penuh kehangatan,dan perbincanganpun berlangsung cukup mesra.Setelah si saleh mau pulang dia sempat bertanya tentang istrinya setahun yang lalu,serta harimau yang kini sudah tidak menyertainya lagi.Jawabnya:”Wahai sadaraku,istriku yang jelek ucapannya itu kini telah mati.Aku selalu sabar menghadapi serbuan cacian dan omelan yang ditunjukkan kepadaku.Sehingga Allah berkenan menundukan harimau itu kepadaku.Sementara kini,yang ada padaku adalah istri yang shaliha.Aku sangat bahagia berada di sampingnya,sehingga harimau itu kini telah pergi dariku.Sehingga aku harus membawa kayu bakar sendirian di atas punggungku.Sebab aku telah mendapatkan kedamaian serta kebahagiaan dari istriku yang shalihah ini.